Tuesday, July 27, 2010

Potensi Berbeda, Kompetensi pun Perlu Beragam


Kementerian Pendidikan Nasional (Kemdiknas) menelurkan gagasan baru. Awal Juli lalu, Wakil Menteri Pendidikan Nasional Fasli Jalal menjelaskan bila standar kompetensi kurikulum pendidikan, kini tidak lagi ditentukan oleh pemerintah pusat. Masing-masing daerah sudah diberikan kewenangan penuh untuk menentukan standar tersebut, disesuaikan dengan kondisi daerah.
“Ini perlu ditegaskan bahwa pemerintah pusat tidak bisa lagi menentukan standar kompetensi kurikulum pendidikan. Standar ini harus disesuaikan dengan kondisi dan situasi di masing-masing daerah di Indonesia,” tegas Fasli Jalal.
Lebih jauh tentang kewenangan ini, lanjut Fasli Jalal, pemerintah daerah memiliki kewenangan penuh dalam merumuskan standar kompetensi yang ingin dicapai. Pemerintah pusat amat memahami adanya perbedaan kemampuan kompetensi siswa di masing-masing daerah, sehingga perlu memberi ruang bagi daerah untuk menentukan standar kompetensi sendiri.
“Silakan daerah merumuskan standar kompetensi sendiri. Silakan juga untuk menentukan jenis dan model buku pelajaran yang ingin digunakan. Bahkan untuk menentukan hari libur sekolah, pemerintah juga menyerahkan sepenuhnya pada pemerintah daerah,” lanjut Fasli Jalal
Tidak cukup sampai disitu, Fasli Jalal juga menyebut bila standar materi ujian di masing-masing daerah juga diserahkan penetapannya pada pemerintah daerah. Meski demikian, pemerintah pusat tetap menetapkan standar minimal yang harus diajarkan oleh sekolah kepada para siswa. Hal ini tetap penting sebagai salah satu alat ukur untuk pemerataan sekaligus upaya peningkatan kualitas pendidikan secara nasional.
“Sampai hari ini fakta menunjukkan bila masih terjadi adanya ketidakadilan serta belum meratanya fasilitas pendidikan. Jadi meski kami memberi kewenangan penuh pada pemerintah daerah, harus tetap ada standar minimal yang harus bisa dipenuhi secara nasional,” urainya.
Langkah Kemdiknas ini disambut antusias oleh kalangan pendidikan. Pemberian kewenangan pada daerah untuk merumuskan sendiri standar kompetensi ini dianggap sebagai upaya pemberian otonomi pendidikan. Pemerintah juga dianggap lebih menghargai keragaman dan keberbedaan potensi daerah yang nantinya bisa lebih digali sendiri oleh pemerintah daerah.
Dalam pandangan Rektor IKIP Budi Utomo Malang, Drs Nur Cholis Sunuyeko MSi, pelimpahan ini pada akhirnya membuat kompetensi pendidikan tumbuh sebagai keunggulan komparatif. Pasalnya, daerah dapat mengakomodasi kemampuan sumber dayanya sendiri. Daerah juga bisa merumuskan standar kompetensi yang sesuai kultur setempat serta disesuaikan dengan standar kebutuhan di daerah.
“Tantangan terbesar dari proses pendidikan nasional saat ini adalah pada bagaimana menumbuhkan keunggulan komparatif. Nah, dengan adanya kewenangan daerah untuk merumuskan sendiri standar kompetensi pendidikan maka peluang untuk menumbuhkan keunggulan komparataif ini makin besar,” jelas Nur Cholis.
Hal senada juga dikemukakan praktisi pendidikan Universitas Kanjuruhan Malang Drs Christea Frisdianta Ak MM. Menurutnya pelimpahan kewenangan ini merupakan cerminan demokratisasi pendidikan yang berbasis multikultural. Sebab pemerintah pusat memberi ruang yang luas bagi daerah untuk menggali, merumuskan, sekaligus mengangkat keunggulan lokalnya.
“Setiap daerah di Indonesia memiliki keunikan dan keunggulan. Bila terus-terusan ditetapkan oleh pusat maka keunikan dan keunggulan ini tidak bisa tumbuh. Adanya pelimpahan kewenangan pada pemerintah daerah harus disambut positif dalam rangka memperkuat nilai-nilai multikultural dalam proses pendidikan,” terang Christea.



Related Articles by Categories


0 komentar:

free counters
Grab this Widget ~ Blogger Accessories